DUNIA tidak adil. Demokrasi cuma basa-basi. Kesamaan hak hanya retorika. Pada akhirnya nuklir untuk segelintir negara saja. Tidak yang lain. Kalau pun boleh, harus mengikuti sekian syarat dari negara elit nuklir. Syarat yang lebih didorong oleh sikap persekongkolan politik.

Ketika Iran mengembangkan nuklir, “dunia” mengecam. Dewan Keamanan (DK) PBB mengeluarkan Resolusi 1747 pada 24 Maret 2007. Resolusi ini menambah sanksi terhadap Iran, karena Negari Para Mullah ini dianggap tidak mematuhi Resolusi No 1737 yang dikeluarkan 23 Desember 2006.

Wakil Menteri Luar Negeri AS Nicholas Burns menyebut resolusi itu sebegai bentuk “kemarahan dunia internasional yang signifikan kepada Iran”. Padahal sebagai negara penandatangan NPT (Nuclear Non-Proliferation Treaty), Iran merasa berhak mengembangkan nuklir untuk kepentingan damai.

Dalam NPT, yang diperbolehkan memiliki senjata nuklir hanya lima Negara: Prancis, Cina, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat. Kelima negara itu tidak diperkenankan mentransfer teknologi senjata nuklir ke negara lain. Mereka juga sepakat untuk tidak menggunakan senjata nuklir terhadap negara-negara non-senjata nuklir.

Di luar kelima negara besar tadi, negara penandatangan NPT berhak menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai. Dengan berdasar pada klausul inilah, Iran ingin mengembangkan nuklir untuk memenuhi kebutuhan listrik mereka. Apa salahnya?

Di Asia ada beberapa negara yang sudah mengembangkan nuklir. Bahkan senjata nuklir. Yakni India, Pakistan, Israel, dan Korea Utara. Padahal mereka bukan masuk dalam “Kelompok Lima”. India pertama kali melakukan percobaan senjata nuklirnya pada tahun 1974. Pakistan melakukan hal yang sama pada tahun 1998.

Diperkirakan India mempunyai lebih dari 150 kepala nuklir. Pakistan mempunyai sekitar 60 kepala nuklir. Sedangkan Israel yang mengembangkan senjata nuklir di wilayah Dimona, Nagev, sejak tahun 1958. Mereka mempunyai simpanan senjata nuklir cukup banyak, 100-200 kepala nuklir. Padahal India, Pakistan, dan Israel tidak pernah menandatangani NPT.

Korea Utara pernah meratifikasi NPT pada 12 Desember 1985. Tetapi kemudian keluar dari NPT pada 10 Januari 2003. Sejak saat itu, Korea Utara melakukan pengembangan senjata nuklir secara terbuka. Tapi dunia bungkam. Jepang juga mengimpor uranium dari Prancis. Lagi-lagi dunia juga tidak bergeming.

Posisi Iran makin terjepit karena dianggap tidak mau bekerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Ini tidak adil karena pada April 2004, IAEA juga pernah ditolak oleh Brazil saat menginspeksi instalasi nuklir negara itu di kota Resende, 100 kilometer di selatan Rio de Janeiro. AS dan sekutunya cuek saja. Memberi akses penuh pada IAEA untuk memeriksa instalasi Resende akan menimbulkan risiko spionase industri. Begitu argument AS.

Padahal menurut mantan inspektur IAEA David Albright, mesin pengolah uranium Brazil dapat memperkaya hingga 95 persen isotop uranium-235 untuk mengisi hulu ledak senjata nuklir. Brazil memang memiliki kandungan uranium (bahan baku nuklir) terbesar keenam di dunia. Australia, Afrika Selatan, Mambia, Kongo, Nigeria, Kanada, dan Amerika Serikat, juga memiliki deposit uranium yang signifikan di dunia. 

Dan seperti yang kita saksikan, Resolusi 1747 memblokir seluruh ekspor senjata Iran. Membekukan aset 28 pejabat dan institusi tambahan yang terkait program nuklir Iran. Melarang bantuan dan pinjaman keuangan kepada Teheran, serta memberikan tenggat 60 hari untuk memenuhi permintaan DK PBB, atau Iran akan menghadapi sanksi lebih jauh. Dunia sungguh tidak adil!***

ASWAN ZANYNU, Penikmat Ikon.